Hits

Belajar dari Malaysia

Artikel untuk tugas magang AM/FM Lemtaqwa

Masih belum lekang dari ingatan kita, beberapa bulan yang lalu seisi media massa baik cetak maupun elektronik heboh dengan pemberitaan gerakan ’Anti Malaysia’. Gerakan yang dipicu oleh ulah ’pencurian budaya’ dan tindakan tak bersahabat yang dilakukan oleh Negara tetangga dekat kita ini sepertinya telah menjadi trend baik di kalangan anak-anak, orang tua, pegawai negeri sampai hacker sekalipun. Alhasil, slogan “Ganyang Malaysia” yang mungkin hanya pernah kita dengar lewat buku sejarah sewaktu masa SD atau SMP kembali bergaung diseluruh penjuru negeri. Tampaknya ungkapan Sejarah akan selalu berulang itu memang ada benarnya juga. Setelah kurang lebih setengah abad terkubur bersama runtuhnya orde lama, perseteruan dengan negara Jiran ini pun kembali menyeruak ke permukaan. Semangat nasionalisme yang mulai redup pun kembali berkobar, Malaysia telah menuang bensin dalam api hati rakyat Indonesia .

Salah satu teman bahkan pernah bertanya pada saya, ” Negara apa yang paling lu benci?”

Sayapun berpikir sejenak ” Hmm.. apa ya, Israel mungkin..”

”Ohh, Israel ya.. kalo gua sih ga usah jauh-jauh... Malingsia!!” Balasnya.

Wah, Malingsia? Separah itukah mereka di mata kita? Satu-satunya negara yang kita sebut sebagai Jiran, satu-satunya negara yang kita anggap sebagai satu rumpun, kini kita sebut sebagai Malingsia, atau bahkan ada yang menambahkan menjadi Malingsial.

Tindakan yang dilakukan Malaysia memang sangat fatal, tanpa rasa malu mereka telah mencuri budaya bangsa kita. Tapi apa hanya tindakan-tindakan tak bersahabat Malaysia itu sajakah penyebab kita begitu muaknya pada negeri sebelah ini? Saya akan jelas-jelas berkata TIDAK. Kita tak hanya kesal pada pencurian budaya, perlakuan mereka terhadap Tenaga Kerja kita, ataupun pencaplokan terhadap wilayah kita. Lebih dari itu semua, kita 100 kali lebih kesal pada kemajuan mereka yang telah jauh meninggalkan kita. Mereka telah membangun menara Petronas, sementara kita masih tetap terpaku pada Borobudur. Sepang milik mereka telah menyelenggarakan F1 dan MotoGP, sementara Sentul kita terlantar.

Benarkah kita iri? Saya lebih suka mengatakannya sebagai wujud kekhawatiran yang kompleks. Kalau kita benar-benar hanya iri, mengapa tak ada slogan-slogan lain seperti ”Ganyang Singapura” atau ” Ganyang Vietnam” misalnya? Padahal kemajuan mereka juga telah meninggalkan kita. Hal ini dikarenakan karena hubungan kita dengan Malaysia sedemikian dekat dan kompleks. Dulu, Mereka sangat tergantung pada kita. Mulai dari tenaga pengajar sampai buruh pekerja pun mereka harus meminta bantuan tambahan tenaga dari Indonesia. Kita pun dengan bangganya memberi bantuan pada mereka, tentu saja wong kita adalah Guru, sedangkan Malaysia itu hanyalah seorang murid. Dan memang pada kenyataannya pada waktu itu mereka benar-benar belajar dari kita bagaimana menjalankan sebuah negara, karena kita yang lebih maju.

Namun sekarang apa kenyataannya? Sang Guru kehabisan bensin ditengah jalan dan tertinggal oleh muridnya. Dan kita tidak siap secara mental untuk dilampaui oleh Mantan murid kita, Malaysia. Petronas yang notabenenya merupakan perusahaan minyak hasil jiplakan dari Pertamina, kini lebih dikenal di dunia daripada Pertamina itu sendiri. Bahkan dalam bidang yang selama bertahun-tahun kita tak pernah kalah dari Malaysia, yaitu Olahraga, kini pun telah berhasil mereka kejar. Jelaslah Sebenarnya yang kita hadapi ini bukan hanya masalah bagaimana seharusnya Malaysia bersikap terhadap kita, tapi lebih cenderung pada mental diri kita sendiri. Kalau kita memang benar-benar memiliki mental Pancasila, mental para Juara, sudah sepatutnyalah kita mau belajar dari kesalahan dan belajar dari pihak yang lebih mampu.

Nah, kini tak usahlah memikirkan yang mana Guru dan yang mana Murid, yang terpenting bagi kita sekarang adalah siapkanlah mental untuk menerima kenyataan bahwa mereka telah selangkah lebih maju di depan kita. Dan sudah sewajarnya kita menanggalkan jubah kegengsian kita terhadap dunia. Kini saatnya bagi kita tanamkan keberanian untuk belajar dari yang lebih mampu. Tak ada salahnya kita belajar dari mereka. Malaysia telah membuktikannya. Mereka pernah belajar dari kita dan lihatlah sekarang mereka telah menjadi salah satu Macan Asia. Namun perlu kita garis bawahi, kita cukup mempelajari hal-hal yang baik saja dari mereka. Perlu kawan-kawan ingat bahwa mencuri itu dosa!!



[get this widget]

0 komentar