Hits

Sebuah ancaman bagi para perusak hutan!!

Beberapa saat yang lalu ada lomba cerpen di acara CGT FASILKOM (Computer Get Together). iseng gua akhirnya mutusin buat ikutan. Eeh, alhamdulillah ternyata malah dapet juara 1, mungkin pesertanya cuma gua doang?? ah, yang penting sudah memberi tanda keeksistensian diri dalam jagad dunia persilatan fasilkom, eh pertulis-menulisan (bener ga ya ejaannya). Masih banyak kekurangan disana-sini, mulai dari pencitraan emosinya sampe pemilihan kosa-kata. Sebagai pemula, masih buanyak yang harus dipelajari. ini dia cerpennya, saran dan kritiknya ditunggu ya (itupun kalo ada yang sudi mbaca)

KUTUKAN HUTAN ADAT

Namaku Fandi , umurku 21 tahun dan sekarang aku tercatat sebagai seorang mahasiswa semester akhir pada sebuah perguruan tinggi swasta di kawasan Depok. Sebenarnya sih selepas SMA aku ingin melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi negeri, soalnya mahasiswa perguruan tinggi negeri itu kan katanya lebih keren daripada swasta. Tapi apa boleh buat, aku gagal dalam SPMB gara-gara waktu itu kedua orang tuaku mendesakku untuk masuk jurusan Ilmu Komputer UI, padahal aku sama sekali tidak tertarik pada bidang-bidang sains semacam itu dan lagipula pasti saingannya banyak dan pintar-pintar . Namun apa boleh buat, untuk menyenangkan hati mereka aku terpaksa ikut SPMB dengan memilih jurusan itu sebagai pilihan utama. Dan akhirnya seperti yang aku duga, aku gagal dalam SPMB dan akhirnya memutuskan masuk perguruan tinggi swasta pada jurusan ilmu kehutanan.

Aku sedang sibuk-sibuknya mengerjakan skripsiku dan untuk itulah sekarang aku berada di pedalaman hutan Sumatera, Provinsi Jambi, tepatnya di daerah tempat tinggal suku Orang Rimba. Ya, aku ingin menulis tentang kehidupan mereka sebagai bahan skripsiku. Suku Orang Rimba adalah masyarakat hutan yang benar-benar tinggal dan hidup didalam keteduhan hutan. Mereka memanfaatkan seluruh ruang hutan bagi kehidupan. Filosofi hidup mereka pun bersumber pada kehidupan hutan. Jumlah mereka sangat sedikit, sekitar 3000 jiwa. Lebih sedikit daripada mahasiswa di kampusku yang jumlahnya kira-kira 10 ribuan. Bahkan Satu desa di pedesaan pulau jawa saja masih lebih banyak penduduknya.

Banyak seniorku yang bilang bahwa mengumpulkan bahan skripsi itu susahnya minta ampun dan sangat membosankan, namun pada kenyataannya aku sangat menikmati pengerjaan skripsiku ini. Entah kenapa, aku sangat menikmati berada diantara mereka, suku Orang Rimba. Mereka sangat ramah, baik terhadap sesama manusia maupun terhadap lingkungan. Namun beberapa hari ini aku merasa tidak konsentrasi mengerjakan tugasku, rasanya kok ada bunyi bising yang membuat telinga ini serasa dijewer. Awalnya aku pikir bunyi meraung-raung ini adalah suara binatang hutan yang tak kuketahui jenisnya. tapi setelah lama-lama kupasang kuping tajam-tajam akhirnya aku sadar juga ini bukan suara binatang ataupun sejenisnya, melainkan bunyi mesin gergaji penebang kayu.

Dengan segera akupun berlari menemui kepala suku.”Bapak, saya rasa bunyi bising ini adalah bunyi mesin penebang kayu, Kita harus cepat bertindak sebelum mereka bergerak lebih jauh, Pak..!!” aku berkata sambil mengatur nafasku kembali. ” Aha ha ha.. Nak Fandi ini ada-ada saja, ini kan daerah hutan adat, semenjak jaman dulu kami telah membuat kesepakatan tak tertulis dengan pemerintah untuk tidak mengusik kawasan sekitar hutan ini. ” jawabnya dengan ringan.
” Tapi.. Tapi Pak..” belum sempat aku meneruskan kata-kataku, kami telah dikejutkan oleh kedatangan seorang pemuda , ia biasa dipanggil Manu oleh orang rimba yang lain. ” Bapak, Hutan adat... Hutan adat kita pak... Mereka Menebang semua pohon disana Pak...” Manu berkata dengan terengah-engah. Tampaknya ia kehabisan tenaga sehabis berlari barusan. Setelah menenangkan diri sejenak, Manu menceritakan pada kami perihal kejadian yang disaksikannya di hutan adat sebelah selatan. Dugaanku benar, ada penebangan besar-besaran disana.

Segeralah kami bertiga dan beberapa pemuda Orang Rimba yang lain menuju Hutan adat selatan, tempat yang dikatakan oleh Manu. Dan betapa terkejutnya kami setelah tiba disana, kami mendapati pohon-pohon telah rata dengan tanah, seperti ada kaki raksasa dari lagit yang menginjak daerah ini dengan keras. Kulihat wajah Kepala suku, aku tak tahu harus menjelaskan bagaimana ekspresinya melihat semua ini, entahlah ekspresinya seperti gabungan dari sedih sekaligus marah. Namun yang pasti, aku dapat melihat matanya yang agak sipit itu mulai sembab, Bapak Kepala suku menangis!! Dia berteriak marah dengan kata-kata yang tak kumengerti artinya , namun aku duga pastilah itu adalah kata-kata sumpah serapah dalam bahasa Orang rimba. Tiba-tiba dari arah hutan depan kami muncullah sekelompok orang membawa peralatan-peralatan dan mesin penebang kayu. ” Tampaknya orang-orang inilah yang membuat kerusakan disini ” pikirku.

Manu dan yang lainnya sudah bersiap-siap untuk menerjang orang-orang tersebut, namun tiba-tiba seseorang dari belakang orang-orang itu muncul, ” Wah Wah Wah, Tunggu dulu orang-orang hutan.. Janganlah kalian terburu-buru bertindak”
”Apa kalian pikir aku tidak punya ijin untuk menebang disini?? Ha Ha Ha.. Lihatlah Surat Ijin ini. Aku Boss Bento, akan menjadikan kawasan ini sebagai kebun kelapa sawit yang lebih berharga dari kehidupan Kalian!! ” teriaknya sambil memperlihatkan lembaran kertas di tangannya. Sekilas aku lihat surat itu, dan aku yakin surat itu benar-benar asli, karena waktu kuliah aku pernah diajarkan tentang cara membedakan Surat ijin asli atau palsu. ” Kurang Ajar Kalian Semua, Mungkin kami Orang Rimba tidak dapat melakukan apa-apa terhadap kalian semua, tapi ingatlah!! Siapa-siapa saja yang merusak Hutan kami, maka ia akan mendapat kutukan!! Camkan itu..!! Uhuk uhuk..” Pak kepala suku berteriak marah, sampai-sampai ia terbatuk-batuk. ” Apa?? Kutukan?? HUA HA HA HA.. Buodohh kalian!!! Dasar orang-orang tak berpendidikan, aku takkan percaya pada hal-hal semacam itu. Oh ya.. aku ingatkan pada kalian, besok siang kalian harus sudah enyah dari sini, karena besok hutan ini akan kubakar habis ” kata orang yang menyebut dirinya sebagai Boss Bento itu dengan nada mengancam. Sebenarnya aku juga tak percaya dengan kutukan atau semacamnya, tapi kelakuan pengusaha gila yang satu ini benar-benar membuatku ingin menonjok wajahnya, namun aku terlalu pengecut untuk melakukannya, tampaknya centeng-centengnya bukanlah orang-orang yang dapat kulawan.

Akhirnya kamipun tak dapat melakukan apa-apa untuk mencegah tindakan Boss Bento. Dan malam itu juga Pak Kepala Suku akhirnya memutuskan untuk mengungsikan warganya ke pinggiran hutan di dekat sebuah desa dengan alasan keselamatan. Nampaknya dia pun menyadari bahwa ancaman Boss Bento tadi siang itu bukanlah main-main. Selepas siang hari , akhirnya kami menyaksikan dengan mata kepala kami sendiri bahwa ancaman itu bukan main-main, Daerah kawasan hutan adat terbakar, atau lebih tepatnya sengaja dibakar. Dan Pak kepala suku nampaknya sudah merasa putus asa, ia terus mengumpat-umpat sambil menyebut nyebut tentang kutukan itu. Kasihan sekali, sepertinya dia sudah benar-benar kehilangan akal sehatnya. Aku sudah benar-benar tak tahan melihat ini semua, aku akan mengumpulkan semua keberanianku untuk menuntut balas.

Setelah beberapa minggu akhirnya dengan menahan perasaan dendam aku memutuskan untuk pergi ke kota Jambi untuk mencari tempat tinggal Boss Bento. Tak sulit untuk mencari tempat tinggal orang sekaya dia, tinggal tanya sana-sini dan akhirnya aku telah mendapatkan alamatnya. Rumahnya memanglah besar dan mewah, sebuah rumah panggung bergaya khas adat sumatera yang terbuat dari kayu jati. Nampaknya aku beruntung, bahan dasar rumah ini akan dapat memuluskan aksi balas dendamku. Pada malam harinya aku menyelinap masuk melalui halaman belakang yang tak terjaga, dan akupun melakukan satu dua hal kecil pada rumahnya. Saking gugupnya, aku tak sempat berpikir apakah saat itu dia sedang berada di dalam rumah atau tidak. Setelah melakukan aksiku, aku langsung secepatnya kabur, tak peduli aksiku tadi berhasil atau tidak, yang penting aku tidak dicurigai sebagai maling.
Aku tak dapat tidur sampai pagi, aku memikirkan aksiku semalam, berhasilkah?
Pagi harinya ketika aku sedang sarapan di sebuah warung, aku dikejutkan dengan Teriakan seorang bocah penjual koran yang sedang menjajakan koran dagangannya, ” KORANNYA KORAN... KEBAKARAN DI RUMAH MEWAH, PENGUSAHA SEKELUARGA TEWAS TERPANGGANG.. ”
Degg.. jantungku berdegup semakin kencang, rupanya aksiku menyabot aliran listrik rumah Boss Bento semalam telah berhasil membakar rumahnya, hatiku puas bercampur takut. Namun aku pikir memang itulah ganjaran yang setimpal bagi pengusaha kejam perusak lingkungan seperti dia. Dia membakar hutan, maka rumahnya pun akan terbakar. Aku berpikir sejenak, ternyata perkataan Bapak Kepala Suku memang benar, dia tidak mengada-ada. Kutukan hutan adat memang benar-benar ada, dan akulah yang ditakdirkan untuk membawa kutukan hutan itu bagi para perusak hutan!!


Note : Cerpen ini hanyalah karangan fiktif belaka, jika ada kesamaan nama tokoh atau tempat berarti hanya kebetulan belaka, mungkin...



[get this widget]

0 komentar